Perbedaan Gender

Apa sih Gender itu?

Saat membaca tentang kata “gender” sebagian besar orang akan menjawab: jenis kelamin. Lelaki dan perempuan. Jika teman-teman pernah mendapat istilah “maskulin” dan “feminin”, nah ini juga yang sering digadang untuk menyebut gender.

Pernah dengar istilah peran gender? Hihi.. saya mah jujur baru tahu. Jadi ada penempatan sosial berdasarkan jenis kelamin, nah ini yang disebut dengan peran gender. Sehingga gender akan lebih pas jika didefinisikan sebagai peran atau karakteristik maskulinitas dan feminitas.

Gender menurut Wikipedia adalah serangkaian karakteristik yang terikat kepada dan membedakan maskulinitas dan femininitas. Karakeristik tersebut dapat mencakup jenis kelamin (laki-laki, perempuan, atau interseks), hal yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin (struktur sosial sepeti peran gender), atau identitas gender. Orang-orang yang tidak mengidentifikasi dirinya sebagai pria atau wanita umumnya dikelompokkan ke dalam masyarakat nonbiner atau genderqueer. Beberapa kebudayaan memiliki peran gender spesifik yang berbeda dari “pria” dan “wanita” yang secara kolektif disebut sebagai gender ketiga seperti golongan Bissu di masyarakat Bugis di Sulawesi dan orang hijra di Asia Selatan.

Sedangkan menurut WHO, gender merujuk pada karakteristik yang terbangun antara lelaki dan perempuan di masyarakat seperti norma, peran, hubungan antara kelompok lelaki dan perempuan. onstruk ini mungkin dapat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain dan dapat diubah.

Apakah Gender dan Seks itu Sama?

Apaaaa? Seks? Beda dong. Seks mah hubungan badan.

Ish ish.. itu mah salah satu aja. Hihi. Seks ga cuma soal hubungan badan.

Kalo di bahasa Inggris sex apa artinya hayo? Yup, jenis kelamin.

Ada pertanyaan menarik, apakah gender yang acuannya fitrah bisa berubah sesuai zaman? Lalu bagaimana mengenalkan pada anak usia dini? Apakah gender dulu atau seks dulu?

Merujuk pada Fitrah Based Education, goal-nya usia 3 tahun setidaknya ada sudah paham dirinya ini lelaki atau perempuan, dan tahu bagaimana harus bersikap sesuai jenis kelaminnya ini. Setelah anak memahami hal ini, barulah kita dapat mengenalkan gender melalui peran orangtuanya dalam keseharian.

Kalau menyebutkan istilah kemaluannya pake kata yang mana? Penis dan vagina kah? Atau boleh pake istilah lain? Saya secara pribadi mengenalkan anak-anak yang laki-laki dengan istilah titit. Maklum di tatar sunda.

Adapun istilah kontol, penis dll hanya saya perkenalkan agar mereka tahu apa yang dibahas temannya. Kalo bilang penis ntar teman-temannya gatau kan repot. Hihi. Kalo titit memang istilah standar di tatar sunda.

Sedangkan ke anak perempuan moki. Istilah momok, memek, vagina saya infokan juga ke kakaknya yang sudah besar saat bertanya. Biar kalau teman-temannya menyebutkan kata itu, dia bisa mengingatkan bahwa itu bagian dari aurat yang mesti dijaga pengucapannya.

Yah, mirip lah dengan kata anjing. Saya kenalkan anak-anak kalau itu nama binatang. Sehingga ketika bertemu dengan teman yang terbiasa dengan anjing di setiap katanya, mereka negur “kan manusia bukan anjing” 😀

Maklum, dulu ortu suka melarang anak-anak menyebut anjing karena kasar kan. Padahal ya kasih tau aja anjing itu nama binatang jadi anak tahu itu tidak baik. Jadi pas anak-anak nyebut anjing ketika lihat gambar trus ditegur teman-temannya, “ih kasar” mereka bisa jawab, “ngga atuh. ini kan emang anjing. Kasar itu kalo kamu manggil temennya anjing”. Tapi mereka tahu kok kapan nyebut anjing kapan nyebut gogog 😛

Gender dalam Perspektif Islam

Dalam setiap ajarannya, Islam sangat relevan baik di zaman dahulu atau sekarang. Islam memperkenalkan perbedaan dan persamaan. Hal umum dan khusus. Dan yang paling menjadi sorotan adalah tentang siapa yang lebih bertaqwa kepada Allah.

Peran lelaki dan perempuan yang sama dapat dilihat di ayat-ayat berikut:

1. Laki-laki dan perempuan sama-sama hamba Allah. Tugas mereka yang sama adalah menyembah Allah. Tercantum dalam QS. Adz-Dzariyat/51: ayat 56
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.

2. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. (Q.S. Al-Baqarah/2: 30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi“. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

3. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian Primordial. (Q.S. Al-Araf/7: 172)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

4. Laki-Laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. (Q.S Annisa/4 : 124)

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.

Dampak Perbedaan Gender

Dampak perbedaan gender

Namun ketika berbicara tentang dampak negatif, sejujurnya saya masih belum paham. Hanya saja karena tidak ikut interaktif jadi ga bisa nanya. Qadarullah pekan ini cukup menguras tenaga.

Mungkin dampak negatif yang disebutkan maksudnya hal negatif yang terjadi jika muncul penyimpangan dan ketidaksetaraan gender. Sebab pemahaman yang utuh terkait peran yang disebutkan dalam ajaran Islam akan membuat kita paham prioritas. Sehingga saat menjalankan gender perempuan baik sebagai pribadi, istri, ibu dan sosial, semua sesuai urutan prioritasnya dimana selesai prioritas utama sebagai istri, membawa pada prioritas berikutnya sebagai ibu lalu berkontemplasi sebagai pribadi untuk kemudian sebagai pengejwantahan ketiga peran yang sudah berjalan baik tersebut, hadirlah sosok perempuan yang bergerak di sosial dengan luar biasa.

Sebagaimana ditekankan oleh Institut Ibu Profesional, rezeki itu pasti, kemuliaan yang dicari. Bermula dari kelas Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Sholihah. Bersungguh-sungguhlah di dalam, maka engkau akan keluar dengan kesungguhan itu. Di dalam dapat dimaknai sebagai dalam diri maupun dalam rumah (keluarga).

Cara Mengenalkan Gender pada Anak

  • Mengenalkan konsep aurat yang berbeda antara lelaki dan perempuan yang berimbas pada cara berpakaian yang berbeda.
  • Memisahkan tempat tidur anak
    مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ 
    Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukan shalat bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Dawud).
  • Mengenalkan konsep mahram dan bukan mahram
  • Belajar langsung bagaimana gender, bersikap, peran, dan tanggung jawab dengan orang sesuai urutan diantaranya sebagai berikut:
    • Usia 0 – 2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui,
    • usia 3 – 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun
    • usia 7 – 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggung jawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah sholat.

Bagaimana dengan kasus anak lelaki tidak mau main dengan anak perempuan? Kami secara pribadi tidak melarang anak bermain dengan teman yang berbeda jenis kelamin. Akan tetapi kami pahamkan jika kelak setelah baligh Aa dan Mas ga boleh sembarang menyentuh perempuan. Jaga kehormatan teman perempuannya.

Khusus untuk Aa karena sudah 9 tahun, mulai ditekankan pemahaman terkait mahram dan apa yang mesti dilakukan pada yang bukan mahram seperti tidak berduaan, tidak bersentuhan kulit atau badan, dan semacamnya. Tidak melihat dan tidak memperlihatkan aurat.

Sebab saya pernah dapat cerita justru karena dilarang kontak dengan lawan jenis, terbentuklah hubungan sesama jenis. Na’udzubillah min dzalik.

Semoga tulisan ini membantu teman-teman memahami tentang perbedaan gender atau peran. Yang masih jadi pertanyaan saya adalah: lalu bagaimana dengan transgender? 😀

Wallahu a’lam.

Sumber:

1 thoughts on “Perbedaan Gender

  1. Ping-balik: Pendidikan Fitrah Seksualitas Sejak Dini – catatan Elhan

Berikan Komentar