Tergesa-gesa

Kemarin.. tiba-tiba terlintas ttg ayat yg bahas soal ketergesa-gesaan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَيَدْعُ الْاِ نْسَا نُ بِا لشَّرِّ دُعَآءَهٗ بِا لْخَيْرِ ۗ وَكَا نَ الْاِ نْسَا نُ عَجُوْلًا

“Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan *memang manusia bersifat tergesa-gesa*.”
(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 11)

Saat merenungkan ayatnya tuh selain seperti yg dikatakan dlm tafsir, sy kepikiran sifat manusia, terutama orang tua, eh terutama sy..

Suka ga sabaran pengen buru2 panen, pengen buru2 ngerasain “hasil” 🥺

Nggak sabar pengen liat anak rajin shalat.
Ga sabar pengen liat anak rajin ngaji.
Pengen buru2 ngerasain anak adabnya baik.
Pengen anak kyk anak lain yg lebih keren.

Daaaan ketergesaan lainnya.

🍀🍀🍀
Termasuk jg ke diri dan pasangan.

Tergesa-gesa sm diri sendiri jadi ngebandingin ke orang lain.
Tergesa-gesa sm pasangan pengen dia buru2 berubah jd seseorang yg kita inginkan..

Juga ketergesaan kepada yg lainnya.
Keluarga besar, lingkungan sekitar, dll

Padahal…
🍀🍀🍀
Semua ada masanya.

Semua ada prosesnya.

Semua ada tahapannya.

Yg bisa jadi tidak sama antara satu dengan yg lainnya.
Bukankah Allah sudah menakar semua dgn sempurna?

🍀🍀🍀
Perlu latihan yg tak sebentar utk bisa menahan diri agar tidak lagi tergesa-gesa.

Perlu kesungguhan utk melatih diri ketika sifat tergesa-gesa itu muncul.

🍀🍀🍀
Memiliki anak, atau beraktivitas di sekitar anak-anak akan membuat kita sadar mengenai “fitrah-fitrah sifat bawaan” manusia.

Dari mereka kita belajar, perlu ilmu dan guru yg terus mendampingi.
Guru tak selalu “orang luar”, termasuk di dalamnya: orang tua. Adl guru pertama (dan utama) di masa golden age anak.

Mari kita telisik pertumbuhan manusia ketika di fase golden age.

_berhubung sy masih punya anak balita, jd masih “fresh” ingatannya selama ia tumbuh dan berkembang sejak 0-17 bulan ini_

🍀🍀🍀
Ketika Newborn (baru lahir), “ketergesaan” itu tercermin dari:
Saat lapar atau tidak nyaman, dia menangis. Namun belum mengenal (+blm paham) ttg “tunggu ya”.

Segalanya mesti “pok torolong” kl kt org Sunda mah.
Mesti saat itu jg.
Ia akan terus menangis hingga:
1. Kebutuhannya terpenuhi
Atau
2. Lelah.

Seiring bertambahnya usia (dan meningkat kemampuannya), ia mulai paham dgn kata “tunggu”.

Walaupun, kl sudah terlalu lama, ya dia akan “nyerah” jg dgn menangis minta “disegerakan”.

Tapi ketergesaan ini jg menjadi pelajaran bagi orang tua dlm mendampingi anak. Dalam proses pendidikan mereka.

Di fase pertumbuhan, tugas kita bukanlah menghilangkan ketergesaan ini melainkan melatih anak mengenali apa dan bagaimana.

1. Bahwa fitrahnya, manusia akan berikhtiar memenuhi kebutuhan.
Di fase bayi, ia menangis. Semakin besar, ia dilatih utk mengkomunikasikan ketidaknyamanan dan kebutuhannya. *Bukan dgn menangis*.
Ia jg dilatih utk membedakan mana keinginan dan kebutuhan.
Tidak semua hal mesti dipenuhi.
Sama seperti tangisan bayi, tidak selamanya harus diberikan ASI.

Anak2 yg tidak dilatih utk mengenali perasaannya, penyebab ketidaknyamanannya, emosinya, pikirannya dan hal lain yg jd sebab dia memiliki dorongan tertentu, cenderung memiliki kesulitan di usia dewasa utk mengenali dan merespon hal tsb.

Kunci perbaikannya?
Balik lagi, ilmu dan guru.

Pengetahuan dan support system.

Serta tentu saja, hidayah, taufik dan pertolongan Allah.

2. Bahwa ketergesaan ini melatih kepekaan orang tua yg nantinya jd bekal utk melatih dan menjaga kepekaan anak.

Anak menangis krn tidak nyaman, beritahu sebab ketidaknyamanan itu. “Oh, adik lapar? Mau mimi?” Atau “oh, adik pupup? Mau cebok?”

Jgn terlalu diabaikan jg. Khawatir nanti malah anak jd tidak peka terhadap kebutuhannya dan fitrahnya yg tidak nyaman akan “sesuatu yg kotor” pun luruh sehingga cuek dan “jadi jorok”.

3. Mengkomunikasikan “penundaan”.
Seiring bertambahnya usia, anak perlu dilatih utk “menunda” dlm beberapa hal krn mereka blm memiliki ilmu ttg hal ini.

Menunjukkan pd anak, mana keinginan dan kebutuhan.
Mana yg perlu disegerakan, mana yg bisa ditunda.
Agar anak memiliki kontrol atas dorongan dirinya.
_ingat, yg berlebihan itu ga baik. Menunda ≠ menunda-nunda_

🍀🍀🍀
Ketidakmampuan utk mengatur sifat tergesa-gesa ini pula yg membuat seseorang berani melakukan hal yg dilarang Allah.

Menghalalkan segala cara utk memenuhi keinginan dan kebutuhan diri.

Mencuri.
Meminjam tanpa izin.
Mengambil hak orang lain.

Dll..

🍀🍀🍀
Sifat tergesa-gesa ini pula yg biasanya bersanding dgn malas.

Sehingga, ketika terjadi kesalahan, alih-alih evaluasi diri, lebih mudah utk menyalahkan pihak lain atau mencari kambing hitam.

“Wajar” sih.
Krn utk evaluasi diri tuh lebih susah. Kenapa?
Utk melakukan evaluasi diri *mesti mengingat masa lalu*.
Remembering, retrieval, dan recalling memory. Butuh lebih banyak energi.

Kl nyalahin orang lain “cukup dgn liat kesalahan dia” trus otak auto display perbandingannya. Ga perlu “manas-manasin otak” buat ngelakuin 3 hal di atas (ingat-retrieve-recall).

🍀🍀🍀
Tentu kl di dunia orang dewasa, variabel sikap seseorang sudah lebih kompleks dibandingkan anak-anak.

Tp hati-hati.. anak-anak (terutama usia 10th ke atas) jg bisa banget memunculkan sifat “manipulasi” yg terkadang disebabkan krn ia “defensif” dan “terlatih” (tak sengaja dilatih dr contoh lingkungannya) sbg bagian “tergesa-gesa” dr upayanya “menyelamatkan diri”.

Maka..

Peka-lah.
Terbuka-lah.
Jujur-lah.

Terutama di kondisi2 dmn “ada kemungkinan, kita yg salah”.

*Selamat menyelami diri.*

Orang dewasa yg “masih tantrum” umumnya krn belum memiliki kemampuan untuk mengatasi sifat bawaan dirinya yg tergesa-gesa.

Ia impulsif dan kesulitan menahan responnya.
Sama aja antara mendoakan keburukan ketika marah dgn mendoakan kebaikan.

Astaghfirullah wa atubu ilaih.

Esa Puspita
_Family Development Enthusiast_

Kita Memang Beda

“Mi, yg dr Yaqeen Institute udah ada”
Masa?
“Iya. Nih. 15 jam lalu”
Oh iya ya. Kan bukan jam Indonesia.

💐💐💐
Percakapan sederhana dgn anak bujang ini bagi sy jd pengingat, kadang diri terlalu fokus sm “dunia kita”, lupa kl ada dunia luar yg beda (dlm hal ini: sm perhitungan kita)..

✨✨✨
Dalam hidup, terkadang kita terlalu fokus pd kehidupan yg dijalani. Lupa bahwa diluar sana sangat mungkin ada kehidupan berbeda dgn apa yg kita jalani.

Diluar sana.. Ada orang yg “berbeda jam” dgn kita.

💐💐💐
Bila kemudian kita mengatakan “sy bisa, kamu jg pasti bisa. Toh kan beban kita sama”

Sama menurut kacamata kita, belum tentu sama secara keseluruhannya.

Ketika seseorang berkata kepada kita “ih murah atuh segitu mah” sementara gapaian kita belum kesana, jgn dl menganggap dia sombong.
Krn bisa jadi, memang kita memiliki penilaian berbeda ttg nilai suatu benda (atau jasa).

Pun, jangan Insecure ketika..
“Kok disana udah tgl 17 sih? Aku baru tgl 16”

Bukan kita yg telat atau lambat, melainkan memang ada dimensi yg berbeda antara kita dgn mereka di luaran sana.

✨✨✨
Semua perbedaan itu, oleh Allah dikatakan sbg tanda kebesaran-Nya yg perlu kita renungkan, agar menjadi hamba yg bersyukur..

Bukan sebaliknya.

✨✨✨
Syariat diturunkan utk memberikan patokan2 “objektif” agar perbedaan antara seluruh makhluk (terutama dunia manusia) itu menemukan harmoni dan keseimbangan.

Kita tahu mana yg perlu tegas (dilakukan maupun ditinggalkan), dan mana yg bisa diberikan ruang toleransi.


Semua termaktub dgn baik dlm syariat ini..

Terlebih, agama kita mengajarkan ttg ucapan yg baik, akhlak mulia, adab, dsb krn yg menurunkan syariat ini tahu betul pendekatan terbaik bagi manusia beserta kebutuhannya.

✨✨✨
*Maka mohonlah pertolongan Allah utk menguatkan diri menjadi sebaik-baik “interpretasi” agama.*

Wallahu a’lam.

Esa Puspita
_Family Development Enthusiast_

Read Aloud Mudah Murah Bermanfaat Dunia Akhirat (Insyaallah)

*Mi, mau dibacain lagi kisah..*
_Sambil nyodorin mushaf_

Kenapa ya?!

🌱🌱🌱
*Read Aloud, Yuk!*

Pernah denger istilah read aloud alias membaca nyaring?
Ada satu kegiatan membaca nyaring yg nampaknya bisa dilakukan oleh siapapun *walaupun tak punya buku dan kuota internet.*

Syaratnya satu: *punya Qur’an terjemahan*.

Gampang kan?
Punya kan?
Penasaran?

💐💐💐
Beberapa bulan ke belakang, sy sedang membiasakan tilawah lanjut baca terjemahannya.

Sebagaimana tilawahnya dibaca secara jahar, membaca terjemahannya pun sy nyaringkan saat anak-anak ada di sekitar.

Lama-lama, anak jadi tertarik mendengarkan krn seperti sedang “dibacakan buku”.

Termasuk bayi 1,5th yg sudah tahu kl posisi Ummi seperti itu, ancer-ancer ambil mushaf, berarti siap-siap ngaji. Kadang, dia yg ambilin mushaf, masyaallah walhamdulillah..

🌾🌾🌾
Selama ini sering mendengar kalimat: *⅓ Al-Qur’an adalah kisah.*
Perjalanan membaca nyaring ini semakin meyakinkan sy ttg hal tsb.

Walaupun ⅔-nya “bukan kisah”, tapi read aloud kan ga harus kisah. Buku bacaan Ummi aja bisa jadi “bahan” membacakan nyaring 😅
_biasanya kl mereka lg minta dibacain buku tp Ummi lg “males” bacain krn pengen beresin buku sendiri, jadinya buku bacaan Ummi yg dibacakan nyaring. Tentu dgn penyesuaian nada dll_.

✨✨✨
Makin mendekati juz-juz akhir, semakin banyak ayat-ayat makiyah. Sehingga semakin banyak kisah dan gambaran surga neraka dengan narasi serta pemilihan diksi yg begitu indah.
Masyaallah..

Kadang, ayat2 yg dibaca tuh bisa jd bahan diskusi keluarga.

Tentu di waktu dan cara yg menyesuaikan.

Diskusi sm suami, lebih ke bidang-bidang yg biasa jd obrolan kami plus ajang ambil hikmah..

Kl sm anak bujang, jadi ajang pembelajaran ttg pemilihan diksi, bagaimana cara Allah “menyampaikan” sebuah berita (jadi bahas terkait komunikasi dan gaya bicara), kenapa ini diulang, kenapa Allah seperti itu “ngomong”nya, dst.
Disesuaikan dgn anak 10,5th.

Sama anak 6th? Ya jadi “gaya berkisah” semua.
“Wah ternyata ini kata Allah soal surga”
“Wah.. ternyata orang beriman tuh gini ya”

Dan memperbanyak kosakata yg didengar serta dipahami olehnya.

Sedangkan bagi bayi, dapet manfaat read aloud secara umum.

🌱🌱🌱
Banyak diksi Al-Qur’an (walau terjemahan) itu bukan “kalimat atau kata” yg biasa dipake sehari-hari. Jadi semakin memperkaya khazanah bahasa kami sekeluarga. Masyaallah walhamdulillah.

_”Apa itu teh Mi?”_ adalah pertanyaan yg kerap muncul. Biasanya sambil nyebutin kata yg mereka dengar dan belum dipahami.

💐💐💐
Jadi..
Kl pengen read aloud ke anak-anak tp ga punya buku utk dibacakan, itu kesempatan emas utk memperdengarkan “isi” Al-Qur’an kpd anak mulai dari bacaan aslinya, lanjut terjemahannya.
Sehingga mereka semakin terbiasa dengan surat cinta dari Tuhannya, buku petunjuk dlm menjalani kehidupan.

🌾🌾🌾
So.. barangkali lagi cari inspirasi kegiatan sama anak yg ttp bisa dijadikan utk target perbaikan diri, mungkin bisa dicoba.

*Baca Al-Qur’an+terjemahannya secara jahar di depan anak.*

Selamat nyambut ramadan!

*Esa Puspita*
_Family Development Enthusiast_

Setiap Angkatan Istimewa

_Fawailullil mushallin._
Saat Allah menggerakkan utk membaca ayat itu, terlintas: ini makiyah atau madaniyah ya? (Fyi, setelah sy cek barusan, ternyata makiyah)

Tapi.. setelah itu kepikiran..

Apapun itu, ada reminder ttg shalat. Toh kan sebelum turun perintah shalat 5 waktu, sudah ada kewajiban shalat jg: shalat malam.

Bedanya..
Setelah shalat 5 waktu diwajibkan, maka shalat malam disunnahkan.

Namun, hal ini menjadi pengingat..
Bahwa mereka2 yg bergabung dlm barisan perintis, terkadang mendapatkan “beban tugas wajib” yg di kondisi “angkatan baru” menjadi sesuatu yg sunnah.
Namun bukan berarti kemudian barisan “angkatan baru” ini tidak memiliki beban jg sehingga pantas mendapat komentar “jaman kalian mah enak bla bla bla”.
Sebab “angkatan baru” pun memiliki tugas lain yg tak kalah berat.

Jika kita melirik pd siroh, angkatan “makiyah” mungkin berat dlm mempertahankan keimanan, memperkenalkan “hal yg sedang dirintis” kepada khalayak, bahkan mendapat pengalaman penolakan dan “tersiksa” dlm menyebarkannya.
Namun..
Bukan berarti angkatan “madaniyah” itu “lebih enak”.

Di angkatan ini, walau rintisan kita sudah semakin dikenal, semakin mudah “dapetin anggota” (yg bergabung), namun ada jg orang2 munafik bergabung yg menjadi ujian tersendiri. Belum lagi sudah mulai hadir kewajiban baru: perang.

Tidak selamanya “angkatan makiyah” lebih kuat dan tangguh, ada pula diantara mereka yg tergelincir.

Maka jangan berbangga dan hati2 terhadap fitnah yg berkaitan dgn “kelemahan” kita..

Tidak pula “angkatan madaniyah” ini “lemah” hanya krn hal yg dulunya wajib, sekarang menjadi hal Sunnah yg kadang dianggap sepele dan ditinggalkan sehingga “ruhnya berkurang”.
Belum tentu.

Maka penting utk setiap “angkatan” sadar bahwa mereka memiliki tanggung jawab dan perjuangan yg tak sama.
Tidak harus persis dgn angkatan “lama”, sebab medan juang kita dinamis dan sudah “berbeda era”

Sehingga fokusnya adl: bagaimana agama ini ttp tegak di bumi, dan kita fokus pd persatuan semua pihak yg telah bergabung.
Semua mendapat kesempatan yg sama untuk berpendapat, memperoleh hak yg sama utk bersuara dan memberikan masukan akan seperti apa perjuangan kita di lapangan menyesuaikan dgn kaidah2 dan tuntutan syariat.

_*Setiap angkatan memiliki keistimewaan masing-masing*_

Wallahu a’lam.

Bandung Barat, 22 Februari 2024
Esa Puspita
_Family Development Enthusiast_

Semoga Menjadi Pelajaran

Sore tadi ketika dapat kabar bahwa suami tidak memungkinkan pulang dari luar kota, yang pertama kali dipikirkan adalah manajemen emosi. Heuheu. Karena jadi bikin campur aduk.

Yang kemudian terpikir adalah bagaimana sahurnya anak-anak. Kalau bicara tentang ditinggal berdua, ini bukanlah pengalaman pertama. Tapi karena ada agenda sahur, justru hal ini yang dikhawatirkan. Bukan tentang makannya apa karena mereka sudah bisa menyiapkan makanan sendiri melainkan apakah mereka bisa bangun sendiri jauh sebelum shubuh untuk masak dll.

Baca lebih lanjut