Pentingnya Aqil Baligh Secara Bersamaan – Diskusi Hari 6 Kelompok 5

Berbicara tentang aqil baligh, ini yang beberapa waktu lalu menjadi sorotan diskusi saya dan suami. Alhamdulillah, pas banget dibahas di level 11.

Sudah banyak bahasan mungkin ya. Kita refresh aja dan jika ada ilmu baru semoga menjadi khazanah yang menambah amal kita dalam pendidikan diri dan keluarga, utamanya anak.

Oke.. Kita lanjut. Sajian dari kelompok 5 sebagaimana bahasan aqil baligh lainnya, menguras emosi. Berbagai rasa dan gemuruh yang hadir bercampur aduk.

Fenomena Aqil – Baligh Saat ini

Melihat fenomena saat ini, tentu banyak orang tua khawatir dengan pendidikan akhir zaman. Bahkan sekitar kita pun yang dulu kita anggap aman, perlahan memudar karena gempuran informasi permakluman yang digaungkan bertahun-tahun lamanya. Kini, generasi menanggung beban berat pendidikan.

Uswah Hasanah

Saat berdiskusi tentang pendidikan, sebuah kalimat menarik muncul. Beberapa orang mengatakan bahwa “butuh pendekatan berbeda karena jaman Rasul dulu, semua sudah dalam kondisi paham terhadap agama.” Padahal ketika kita menilik shirah sejak Rasulullah hadir ke bumi, bukan tanpa alasan Allah mengatakan bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab ayat 21)

Iswah atau uswah bermakna keteladanan yang meluas. Sedang keteladanan yang “terbatas” disebut qudwah. Ini kenapa setiap yang “melekat” pada nabi, maka orang tersebut menjadi teladan bagi orang lainnya. Yang melekat pada nabi itu, jangankan yang tinggi-tinggi yang “rendah”nya saja dapat diambil keteladannya.

Ustadz Adi Hidayat

Betul bahwa butuh pendekatan di beberapa titik, tapi secara langkah demi langkahnya, dapat kita tiru bagaimana Rasulullah tumbuh dan bagaimana beliau mendidik generasi gemilang Islam.

Jaman Rasulullah dulu, beliau tumbuh dalam kondisi masyarakat jahiliyah. Yang andai boleh saya misalkan dengan kondisi saat ini, diri dan anak-anak kita pun mungkin terlahir dalam kondisi demikian. Kejahiliyahan akhir zaman.

Maka menjadi tugas kita melirik bagaimana Rasulullah terjaga dan tumbuh dengan paripurna. Sikapnya yang mandiri dan optimis mengambil peran demi menebarkan manfaat bagi sekitar.

  • Usia 8 tahun sudah magang, ikut bersama pamannya ke Syams (luar negeri)
  • Usia 12 tahun memiliki peternakan sendiri, melakukan perniagaan mandiri
  • Usia 20 tahun mendapatkan investor, dipercaya mengelola bisnis Khadijah
  • Usia 25 tahun menguasai pasar. Menikahi Khadijah dengan mahar 20 unta merah yang merupakan unta terbaik (jika nilainya dikonversi dengan kondisi saat ini, setara dengan 20 mobil BMW)
  • Usia 40 tahun menjadi nabi, lalu menguasai jazirah Arab.

Arti Aqil dan Baligh

Kematangan fisik (baligh) manusia melahirkan nafsu, baik nafsu seks (eros/life instinct) maupun nafsu agresivitas (thanatos/death instinct), yang mampu mengendalikannya adalah akal (aqil). Dengan demikian, aqil-baligh perlu berjalan beriringan agar seimbang.

Bagaimana Aqil-Baligh Pada dengan Zaman Dahulu

Leluhur nenek moyang kita tidak mengenal istilah remaja. Mereka hanya mengenal istilah anak-anak atau dewasa. Karena itu yang ada adalah upacara kedewasaan, bukan upacara keremajaan.

Di Nias ada FaHombo (lompat Batu), sebuah upacara kedewasaan. Saat anak-anak dianggap telah lulus menjadi pemuda dan boleh ikut berperang.

Ada Bakudung Batiung dari kalimantan. Upacara panen dan kedewasaan dari suku dayak. Dimana seorang anak lelaki bila sudah melewatinya barulah dapat izin menikah. Tesnya terdiri dari memanen madu dari sarang lebah di pohon yang tinggi, menombak, belombak sampan dll.

Pemuda melayu harus melewati Khitan setelah Khatam Al-Qur’an. Tak layak menikah seorang lelaki muslim melayu yang tak paham alqur’an.

Secara singkat, ada satu kesamaan pada semua tradisi nenek moyang. Untuk menjadi dewasa butuh kematangan mental dan skill bertahan hidup serta menghidupi keluarga.

Jadi, tak hanya islam. Adat budaya, kearifan lokal Indonesiapun mendukung untuk anak menjadi dewasa paripurna. Aqil dan baligh hadir beriringan. Tapi sayangnya kearifan lokal tersebut tergerus oleh zaman.

Sejarah Remaja

Sejak kapan pemuda produktif berganti menjadi remaja agresif, konsumtif, destruktif? Kenapa remaja identik dengan narkoba, tawuran, geng motor, penyimpangan seksual? Bagaimana sejarahnya hingga timbul remaja, yang akil dan balighnya tidak bersamaan?

Istilah remaja sendiri sebenarnya masih tergolong baru. Berawal dari sebuah “ide” yang diyakini menjadi “fakta”. Remaja berasal dari bahasa latin adolescere (eng: adolescence) yang berarti tumbuh atau berkembang menjadi dewasa. Juga dikenal dengan istilah teens (dari kata teenagers).

Menurut WHO rentang usia remaja ialah 10-19 tahun. Menurut United Nation 10-24 tahun. Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1904 dalam buku psikologi tulisan G. Stanley Hall berjudul Adolescence: Its Psychology and Its Relations to Physiology, Anthropology, Sex, Crime, Religion, and Education.

Istilah remaja mulai populer sejak revolusi industri tahun 1940-1950an. Dipengaruhi juga dengan keluarnya undang-undang ketenagakerjaan anak dan wajib belajar di beberapa negara.

Hal yang ditekankan oleh Hall mengenai remaja adalah periode antara anak-anak dan dewasa yang ditandai kegalauan secara emosi dan tindakan. Sederhananya: alay. Jadi menurut Hall alay itu normal. Dan saat itu, remaja jangan dibebani kewajiban yang berat semisal bekerja.

Kewajiban-kewajiban dan tuntutan sosial masyarakat terhadap anak usia remaja pun mulai hilang. Berganti permakluman. Karena dianggap pada usia ini anak tak boleh dibebani kewajiban bekerja, hanya belajar.

🔰 Kiat-kiat Mencapai 🚻 Aqil-baligh Bersamaan

Beberapa faktor penyebab terlambatnya aqil:

  • Hilangnya peran orang tua, terutama ayah dalam pendidikan anak.
  • Tantangan, masalah dan kewajiban untuk memperoleh life skill dilenyapkan.
  • Kemudahan fasilitas membuat manja dan menumpulkan kemampuan problem solving.
  • Orang tua terlalu “melindungi” anak. Menghindarkan anak mengenali realita kejamnya dunia.
  • Mindset orang tua yang ingin melindungi anak, cenderung over protektif, menjadikan anak generasi bagus dilihat, bagus “warna”nya, namun masam dan lembek.
  • Hanya mengajak anak wisata ke wahana rekreasi dan tempat indah. Tak pernah diajak memberi makan duafa, TPA, panti asuhan, melihat sungai yang kotor dan permasalahan yang ada di lingkungan sekitar.
  • Melimpahkan pendidikan ke sekolah. Di rumah pengasuhan hanya tugas ibu.
  • Memanjakan anak berlebihan. Jika anak dimarahi guru, gurunya justru balik dimarahi.
  • Memudahkan jalan anak memperoleh uang, pendidikan, bahkan pekerjaan.
  • Menyelesaikan masalah anak dengan segera. Tanpa memberi kesempatan anak mengatasinya. Air tumpah langsung dipel, mainan rusak dibelikan yang baru, dst.
  • Tidak memberikan kepercayaan pada anak. Anak tidak diizinkan membantu masak, dengan alasan takut terluka karena pisau dan api.
  • Menyiapkan segala keperluan anak sekolah, dari air mandi, sarapan, seragam yang sudah bersih dan licin, uang jajan, bekal makan-minum dari TK sampai…entah kapan, Tanpa mendelegasikan/ mempercayakan anak melakukan sendiri.

Tanpa disadari banyak yang sudah kita lakukan untuk melambatkan aqil anak kita. Na’udzubillah min dzalik.

Mungkinkah anak-anak kita menjadi generasi yang aqilnya berbarengan dengan balighnya? Mampukah kita seperti keluarga Dewi Sartika, yang cuek pada omongan miring netizen dan mendukung penuh perjuangan dan potensi anak menuju akil baligh yang paripurna?

Mari kita lihat tokoh muda berikut. Mereka adalah pemuda-pemudi dengan karya.

  • M. Alvin: menikah pada usia 17 tahun, menjalankan beberapa usaha.
  • dr. Dani Ferdian : inisiator Volunteer Doctor
  • dr. Gamal : CEO Indonesia Medika
  • Dewi Nur Aisyah : PhD di usia muda.

InsyaAllah harapan itu masih ada, Masih ada pemuda-pemudi yang ‘menelurkan’ karya. InsyaAllah 5-10 tahun mendatang anak-anak kita salah satunya. Aamiin.

Bagaimana Agar Anak-anak Menjadi Generasi Aqil-baligh?

  • Berikan pendidikan aqil-baligh yang tepat pada anak
  • Terapkan pendidikan fitrah seksualitas sesuai dengan tahapan usia anak
  • Melibatkan ayah dalam pengasuhan.(QS. Luqman: 12-14).
  • Mengajarkan disiplin dan tanggung jawab personal pada anak mulai usia 7 tahun, tanggung jawab sosial mulai usia 10 tahun.
  • Mengajarkan kemandirian.
  • Mengajarkan problem solving dan teknik pengambilan keputusan melalui berbagai kasus, permasalahan, dan pembelajaran di kehidupan nyata, ajak berkomunikasi, didik, dampingi, dan arahkan.
  • Dukung anak untuk belajar berorganisasi
  • Didik anak untuk belajar mencari rezeki/nafkah mulai usia 15 tahun terutama untuk laki-laki.
  • Terapkan perilaku hidup bersih sehat (pola makan baik, aktivitas fisik)
  • Ajarkan untuk shaum

Maka aqil baligh bersamaan itu penting demi terwujudnya generasi yang berakal dan mampu tumbuh paripurna. Wallahu a’lam.

Referensi:

Berikan Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s