Menata hati yang terbelah berkeping-keping bukanlah perkara mudah. Menyatukan kembali serpihan hati menjadi hati yang utuh seperti semula.
Dibutuhkan banyak perekat, dibutuhkan tenaga untuk menempelkan setiap kepingan hati yang pecah. Dan guratan luka yang tercipta, nampaknya mustahil untuk dihilangkan.
Mencintainya, tetap berusaha ada di sisinya, menjadi hal tersulit bagiku saat ini. Di saat teman-temanku satu per satu meraih kebahagiaan bersama pasangan mereka, aku harus bertahan dalam keadaan yang tak menentu.
Kulirik lelaki kecil di sampingku. Ah, kau terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, nak..
Seandainya saja..
Aku tak pernah menginginkan jalan hidupku seperti ini. Lelaki yang kupilih, semula kuharapkan ia adalah yang terbaik.
Tapi takdir berkata lain. Sikapnya terhadapku entah mengapa berubah. Duhai engkau yang mengambil janji atasku, tidakkah sedikitpun kau mengingatnya?
Aku tak tahu apakah keputusanku sudah benar atau tidak. Yang kupikirkan saat ini adalah lepas dari ikatan suci yang ternoda. Bahtera rumah tangga ini tak jelas akan dibawa kemana.
Kubelai lelaki kecil di sampingku. Wajahmu begitu teduh, nak. Kaulah sumber kekuatan ibu.
Kadang aku berharap tak pernah tahu tingkah laku suamiku ketika ia jauh. Kadang, aku berharap tak pernah mendengar kabar tentang mertuaku di seberang sana yang tak menerimaku sedikitpun, dan malah memperkenalkan wanita lain sebagai menantunya.
Rasanya begitu sakit mendapat kabar-kabar seperti itu. Lebih baik sepertinya jika aku tidak mendengarkan kabar-kabar itu. Mungkin saja hanya kabar burung atau ada yang iri padaku. Toh, kami baru saja memiliki bayi. Seorang bayi lelaki tampan buah cinta kami.
Tapi kabar itu tak lama berada dalam ketidakjelasan. Segera ia hadir di hadapanku sebagai sebuah kenyataan. Kenyataan pahit yang harus kutelan.
Duhai engkau yang disana.. Tidakkah engkau ingin pulang sekadar melihat anakmu, darah dagingmu?
Sudah sedemikian cintanya kah engkau pada wanita pilihan ibumu? Hingga kau lupa akan keberadaanku dan anakmu?
Tidakkah ingin kau menemuiku? Sekadar menjelaskan bahwa kau akan menikah lagi disana..
Duhai, apa yang aku pikirkan. Kau pergi tanpa pernah kembali..
1 tahun sejak kau meninggalkanku. Lihatlah anak lelakimu ini, tumbuh lincah dan sehat. Ia mirip sekali denganmu.
Namanya Abinaya Reynand Pratama. Abinaya adalah perpaduan namaku dan namamu, sesuai yang pernah kau berikan ketika Abi masih dalam kandungan.
Kau tak kasar sedikitpun. Engkau hangat. Ingatkah ketika engkau pulang dan mengajakku periksa kandungan dan cek USG? Ketika dokter mengatakan bahwa anak kita laki-laki, engkau begitu gembira. Dengan semangat berapi kau beri ia nama. Abinaya, artinya semangat.
Sementara nama Reynand Pratama adalah nama yang kuberikan untuknya. Reynand artinya bijaksana, besar, kuat. Sedangkan Pratama artinya anak pertama. Aku berharap Abinaya kelak tumbuh menjadi seorang lelaki yang memiliki semangat dan bijaksana.
Keputusan untuk berhenti melangkah dan mengajukan perceraian bukanlah langkah mudah. Tapi engkau bahkan tak peduli. Dengan mudahnya kau tanda tangani berkas yang kukirim padamu, tanpa datang sekalipun di sidang perceraian kita. Tidakkah kau merindukanku?
Hujan deras turun kala itu. Kupeluk erat bayi dalam gendonganku. Keputusan hakim sudah final. Aku kini menyandang status janda. Status yang begitu berat rasanya.
Aku berusaha melupakanmu. Melupakan semua tentangmu, juga tentang luka yang kau torehkan begitu dalam.
Tapi aku tak bisa..
Abinaya begitu mirip denganmu. Setiap lekuk wajahnya, senyumnya.. Seolah Tuhan memperingatkan bahwa engkaulah perantara hadirnya untukku. Aku pantas bersyukur atas dirimu, bukan melupakanmu.
Lihatlah dia, Mas. Abinaya. Anak lelaki yang kita nantikan sejak lama.
*****
Kehidupan harus tetap berjalan. Abinaya sudah semakin besar.
“Bu, apakah abi punya ayah?” Tanyanya suatu ketika.
Dia sudah cukup besar untuk memperhatikan teman-temannya dan sampai pada pertanyaan itu.
Apa yang harus kujawab Mas? Iya, dia memiliki ayah. Ayah yang pergi untuk mengkhianati pernikahan dan meninggalkannya tanpa pernah sekalipun menjenguk atau bahkan sekadar menanyakan kabarnya.
Aku coba menghubungimu, bukan untuk meminta hartamu. Hanya ingin memberitahukan perkembangan anak lelakimu. Tapi tak satupun teleponku kau angkat. Tak satupun pesanku kau balas. Mungkin kau ganti nomor ponsel?
Semua sudah netral. Perasaanku, sikapku. Tak ada lagi kesedihan ataupun bahagia saat mengingatmu. Semua biasa saja.
“Bu, tadi di sekolah ada laki-laki yang datang padaku dan mengatakan bahwa ia merindukanku sambil memeluk. Entah apa maksudnya”
Deg.
“Mungkin dia kira abi anaknya” jawabku berhati-hati.
Mungkinkah?
Selang beberapa hari usai laporan Abinaya, aku mendatangi sekolah. Ini kulakukan agar Abinaya tidak curiga.
Wali kelas Abi mengiyakan kejadian itu. Ada seorang laki-laki paruh baya datang usai jam sekolah. Nampak perlente dengan kemeja warna merah cerah dibalut dasi bergaris, rambut disisir rapi, celana gelap dan sepatu mengkilap. Menurut wali kelasnya, sekilas lelaki itu mirip Abinaya.
Tak mungkin itu adalah kamu, mas. Tak mungkin kau mengenali anakmu. Kau tak pernah sekalipun bertemu dengannya. Tapi siapa yang menemui Abinaya dan berkata merindukannya jika bukan kau?
***
“Abi, lain kali jika lelaki itu datang lagi, laporkan wali kelasmu ya. Ibu khawatir”
Abinaya hanya mengangguk kecil dan melaju sepedanya menuju sekolah.
Aku khawatir pada Abinaya. Maka kubuntuti ia hingga sekolah dan menungguinya dari kejauhan.
Jam sekolah sudah usai. Tak ada yang mencurigakan.
Ah, Abinaya-ku keluar dari gerbang sekolah. Kubuntuti Abinaya. Syukurlah ia aman.
Tiba-tiba..
“Nayla..”
Suara itu aku kenal. Aku membalik badanku ke arah suara berasal.
“Mas Abim..”
“Apa kabar?”
“Baik, tapi maaf aku buru-buru. Aku harus mengejar anakku. Biasanya ia mendapatiku di rumah sepulang sekolah. Jika aku tidak ada, ia akan khawatir”
“Tenanglah. Aku sudah meminta petugasku menjaga Abi”
“Terima kasih. Tapi aku harus menyusul anakku..” dan aku bergegas meninggalkan lelaki yang berdiri tegap di hadapanku beberapa saat tadi.
Bagaimana bisa ia menyapaku dengan begitu tenang setelah meninggalkanku tanpa sedikitpun kabar..
Aisha Azkiya
-Tulisan mencatatkan kenangan-
Real kah? 😦
SukaSuka
Fiksi 🙂
SukaSuka