Disket untuk Kehidupan

Kemarin ketika berencana mau ketentuan sama temen-temen Kampoeng Kata-kata Bandung. Penggagas grup ini sendiri adalah kang Jendral yang inSyaAllah gabung juga di pertemuan hari ini.

Ini gegara Rifki sih ngomongin mau bajak film eh malah disambung om Anto pak bahas Flashdisk 128 MB yang itu entah flashdisk jaman kapan ya. Ketahuan nih om Anto angkatan berapa. hehe. Mengingat hari gini flashdisk udah ga ada yang 128MB 😀

disket

Obrolan berlanjut ke masalah disket juga deh ujung-ujungnya. Masa om Anto kenal juga sama disket 800kB. Hihi.. Yang pasti garda-gara obrolan itu saya malah bernostalgia ke jaman sekolah dulu.

Pertama kali kenal komputer itu jaman SMP. Lupa mulai kelas berapa belajar komputer. Yang komputernya masih gede, dengan program yang ga manusiawi banget *eh*. Mouse kala itu juga masih berat dengan bola scroll masih berguling-guling. *dan tiba-tiba teringat komik Conan tentang permata yang disembunyikan di dalam mouse. Plaaaakkkk malah ke mana-mana ini.

Ketika itu, untuk make komputer ga bisa pake cara seperti sekarang yang tinggal tekan tombol Power lalu secara otomatis load semua isi dan masuklah kita ke jendela kerjanya. Dulu mah kudu inget-inget perintah apa yang mesti dimasukkan supaya bisa akses jendela kerjanya. Ditambah harus mengingat Drive yang dipake tuh apa Ana (biasanya sih C:/ ya).

Pengkodean semacam itu mungkin masih harus dipahami oleh sebagian orang yang berkutat di dunia perkomputeran. Kalau pengguna biasa kayak saya ini udah ga perlu nginget-nginget lagi kali ya.

Sekarang mah akses ke disk Drive atau ke perangkat portabel cuma tinggal colok pake alias plug and play. Kalau jaman saya SMP mah masih harus ketik-ketik perintah untuk mengakses si floppy disk 😀

Floppy Disk sendiri saya hanya ingat 2 macam: lebar dan tipis (hasil googling sih ukurannya 8 inch) dan yang lebih kecil tapi agak tebelan (kalau lihat fotonya di google, ini sekitar 3,5 inch). Tapi ternyata ada 3 macem tuh. Entah yang mana yang saya punya. Heuheu.

Tentang perkembangan disket ini, bagi saya menarik. Dulu disket segede itu dengan ukuran kemampuan menyimpan file yang sedikit kok rasanya cukup-cukup aja ya. Tapi kalau sekarang, punya harddisk eksternal 1TB kayak masih kurang.

Orientasi penyimpanan file sekarang serba canggih dan instan. Banyak data yang berseliweran entah itu data penting bahkan data yang cuma sekadar mampir tapi entah manfaat atau engga. Meski sudah dibuat ke folder-folder tertentu, tetap saja ada file tak penting yang tersimpan dan sayang untuk dihapus.

Pernah baca, katanya ketika kita menumpuk sesuatu yang sebenarnya sudah tidak lagi bermanfaat itu adalah sebuah penyakit semacam kelainan. Sesuatu yang mungkin memang bukan sampah, tapi ga berguna juga untuk disimpan jadi kalau ga dibuang yang baiknya disumbangkan saja sekalian.

Jadi teringat sebuah kelas, beberapa yang ga penting di memori kita baiknya dibuang aja, dilupakan atau minimal ga usah muncul ke permukaan. Biar memori hanya diisi sama informasi penting dan manfaat saja.

Konon, yang membuat kita sering uring-uringan atau marah ga jelas itu juga karena terlalu bertumpuknya informasi eja (ga jelas) di memori. Bukan karena keterbatasan ruang tampung memori, tapi berhubungan dengan keterbatasan informasi mana yang duluan akan keluar sebagai refleks kita.

Pernah dengar juga tentang sebuah metode bernama cleansing. Semacam metode pencucian otak eh pembersihan memori agar memori-memori sampah disimpan di tempatnya. Di gudang memori sampah. Ga usah dikeluarin-keluarin lagi. Yang keluar cukup memori baik dan bermanfaat. Itu sih yang saya tangkep.

Kembali lagi ke masalah disket. Disket saat ini masih ada sebenernya, hanya saja memang terlindas oleh produk penyimpanan lain yang daya tampungnya lebih besar. Lagipula sekarang sebagian besar masyarakat lebih memilih laptop karena kemampuan Mobile. Sementara komputer yang ada FDDnya sudah jarang digunakan sehingga disket sendiri sudah sulit ditemukan di sini, setidaknya di sekitaran saya disket sudah tidak ada yang memanfaatkan.

Nah, jika kita membahas tentang otak lagi, filosofi disket dan tools penyimpanan lain yang sekarang memiliki kapasitas lebih besar sepertinya cocok. Semakin besar daya tampung sebuah penyimpanan, semakin berpotensi file tak penting ikut disimpan dan disayang padahal sebenarnya tidak perlu dibawa, cukup simpan di komputer saja misalnya. Atau backup ke CD. Berhubung daya simpan otak kita ini besar, gunakanlah untuk hal-hal baik dan manfaat, bawalah semua informasi yang kece dan simpanlah di informasi yang tak terlalu diperlukan.

3 thoughts on “Disket untuk Kehidupan

Berikan Komentar